PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jepang merupakan sebuah Negara imperialis yang memiliki kekuasan di
Negara sendiri dan dinegara – Negara jajahan. Kekuatan dan kekuasaan
jepang dapat menaklukan Negara imperialis lainya. Kekuasaan pertama
Jepang di Indonesia yaitu setelah jepang dapat mengalahkan Negara
penjajah sebelumnya yaitu Belanda. Pada awal kedatangan di Indonesia
Jepang mendapat sambutan baik dari warga pribumi, oleh karena dapat
mengusir belanda dari Indonesia.
Adanya kekuasaan yang dimiliki jepang setelah dapat mengalahkan belanda
dapat mempengaruhi dan menguasai Indonesia sepenuhnya. Bahkan setelah
sampai beberapa bulan berkuasa, jepang dapat membentuk sebuah kekuatan
baru yang fungsinya untuk mengantisipasi serangan balik dari sekutu.
Tidak hanya itu jepang juga mngawali kekejaman dengan sebuah kerja paksa
yang tidak lain pernah dijalankan oleh belanda. Pada kerja paksa inilah
pemerintahan jepang di Indonesia yang mulai ditentang oleh pembesar dan
warga pribumi.
Kekuatan yang dibentuk jepang saat itu merupakan sebuah tindakan yang
berbau politik untuk kepentingan Negara jepang. Kekuatan ini diberi nama
PETA (pembela tanah air) yang kemudian setelah beberapa tahun
memberontak sendiri. Peta merupakan paksukan yang di cadangkan oleh
jepang untuk dipersiapkan menghadapi sekutu dalam perang duia
berikutnya.
Dalam hal ekonomi dan kebutuhan pangan jepang mengeluarkan kebijakan
untuk tahap pembangunan negeri melanjutkan pemerintahan belanda. Untuk
di dataran rendah kebijakan yang dikeluarkan adalah memperbesar
pertanian untuk kebutuhhan pangan dan menggencarkan irigasi untuk daerah
yang sulit air. Sedangkan untuk daerah pegunungan atau dataran tinggi,
pemerintah mengutamakan untuk kebutuhan penghangat seperti kopi, teh,
dan lainnya. Pada daerah pegunungan inilah yang merupakan kegencaran
jepang untuk melakukan pembuatan gua – gua yang fungsinya untuk tempat
bersembunyi dan juga sebagai penjara.
Disebuah lereng gunung ungaran tepatnya didesa promasan terdapat sebuah
kebon teh dan kopi. Kebun ini merupakan salah satu peninggalan
pemerintah jepang dimana juga meninggalkan sebuah gua yang kira –
mencapai panjang sekitar 150 meter. Pembangunan ini dilaksanakan pada
tahun 1942 – 1945, sebenarnya pembangunan gua ini belum selesai dan juga
gua belum pernah dipakai jepang. Karena pada tahap penyelesaian akhir
ternyata jepang sudah menyerah pada sekutu dan setelah di proklamasikan
oleh bung karno bahwa Indonesia merdeka dan semua aktifitas yang
diperuntukan jepang dinyatakan dihentikan. Maka pembangunan gua jepang
pun dihentikan pada waktu itu juga meskipun tidak sampai selesai. Serta
para pekerja yang notabenya merupakan pekerja paksa pun melakukan
kegiatan yang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan untuk kebutuhan
Indonesia sendiri.
Lantas "apa yang menarik dengan kedatangan Jepang di desa Promasan?”
Penelitian ini saya khususkan pada pembangunan gua jepang yang pernah
dilaksanakan romusha di desa promasan Kabupaten Kendal Jawa tengah.
Keadaan yang ada dan lokasi yang tepat dapat menjadikan sebuah
penelitian sejarah. MENYIBAK SEKILAS SEJARAH JEPANG DI INDONESIA
A. Awal Kedatangan Jepang ke Indonesia
Awal mula ekspansi Jepang ke Indonesia didasari oleh kebutuhan Jepang
akan minyak bumi untuk keperluan perang. Menipisnya persediaan minyak
bumi yang dimiliki oleh Jepang untuk keperluan perang ditambah pula
tekanan dari pihak Amerika yang melarang ekspor minyak bumi ke Jepang.
Langkah ini kemudian diikuti oleh Inggris dan Belanda. Keadaan ini
akhirnya mendorong Jepang mencari sumber minyak buminya sendiri.
Pada tanggal 1 Maret 1942, sebelum matahari terbit, Jepang mulai
mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan
Rembang, masing-masing dengan kekuatan lebih kurang satu divisi (DR. A.
H. Nasution, 1977:84). Pada awalnya, misi utama pendaratan Jepang adalah
mencari bahan-bahan keperluan perang. Pendaratan ini nyatanya disambut
dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Kedatangan Jepang memberi harapan
baru bagi rakyat Indonesia yang saat itu telah menaruh kebencian
terhadap pihak Belanda. Tidak adanya dukungan terhadap perang gerilya
yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut
memudahkan pendaratan tentara Jepang. Melalui Indramayu, dengan cepat
Jepang berhasil merebut pangkalan udara Kalijati untuk dipersiapkan
sebagai pangkaan pesawat. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun Showa
17, upacara serah terima kekuasaan dilakukan antara tentara Jepang dan
Belanda di Kalijati.
Sikap Jepang pada awal kedatangannya semakin menarik simpati rakyat
Indonesia. Dan kemenangan Jepang atas perang Pasifik digembor-gemborkan
sebagai kemenangan bersama, yaitu kemenangan bangsa Asia. Saat tentara
Jepang hendak mendarat di Indonesia, Pemerintah Jepang mengeluarkan
slogan-slogan : ”India untuk orang India, Birma untuk orang Birma, Siam
untuk orang Siam, Indonesia untuk orang Indonesia.” (Purbo S. Suwondo,
1996:12). Jepang juga memberikan janji kemerdekaan "Indonesia shorai
dokuritsu”, dan membiarkan bendera Indonesia dikibarkan. Bahkan sebelum
Jepang mendarat di Pulau Jawa, siaran Tokyo sering menyiarkan lagu
kebangsaan Indonesia. Tindakan lain yang dilakukan oleh Jepang adalah
melakukan pelarangan terhadap penggunaan bahasa Belanda. Sejak itulah
bahasa Indonesia ikut berkembang dengan pesat. Keadaan sebelum
kedatangan Jepang juga dikisahkan sebagai berikut :
….Kalau malam, di radio, disiarkan siaran-siaran radio Jepang yang
berbahasa Indonesia, menganjurkan supaya rakyat Indonesia berontak,
sebelum Jepang mendarat. Dalam propaganda itu mereka mengatakan Jepang
datang bukan untuk menjajah Indonesia melainkan memerdekakan bangsa
Indonesia. (Johan Nur, 1988:14)
Setelah kedatangannya ke Indonesia, tentara ke 16 sebagai perwakilan
pemerintah militer Jepang di Indonesia membentuk suatu badan propaganda
yang disebut dengan Sendenbu. Badan ini berfungsi untuk mendukung
pergerakan Jepang di Indonesia. Melalui badan ini pula, "Gerakan 3A”
dipropagandakan, yaitu: Jepang Cahaya Asia, Jepang Pemimpin Asia, Jepang
Pelindung Asia.
B. Pendudukan Jepang dan Romusha
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan
kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan
jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan
para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi,
pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi,
tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut.
Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan,
mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang
dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan
Jepang.
Hanya di awal pendudukan, Jepang bersikap baik. Setelah itu mereka
sangat kejam. Makanan, pakaian, barang, dan obat-obatan menghilang dari
pasaran. Karena sulit pakaian, banyak rakyat memakai celana terbuat dari
karung goni. Sedangkan wanita menggunakan kain dari karet yang panas
menempel di tubuh. Hanya orang berada yang memiliki baju seadanya. Yang
paling menyedihkan, rakyat sulit mendapat obat-obatan. Termasuk di
rumah-rumah sakit. Mereka yang menderita koreng dan jumlahnya banyak
sekali, sulit mendapatkan salep. Terpaksa uang gobengan di gecek dan
ditemplok ke tempat yang sakit sebagai ganti perban.
Sepeda kala itu bannya terbuat dari karet, atau ‘ban mati’. Di
sekolah-sekolah buku tulis terbuat dari kertas merang. Potlot dari
arang, hingga sulit sekali menulis. Masa itu, banyak orang berebut
makanan bekas di bak-bak sampah. Bila ada mayat di jalan tidak lagi
mengagetkan. Jepang mengajarkan rakyat makan bekicot yang oleh orang
Betawi disebut ‘kiong racun’. Radio yang hanya dimiliki beberapa
gelintir orang disegel. Hanya boleh mendengarkan siaran pemerintah Dai
Nippon. Ketahuan menyetel siaran luar negeri dapat hukuman berat. Orang
akan bergidik bila mendengar Kempetai atau polisi militer Jepang.
Kekejeman Jepang itu disebut dengan Romusha, istilah Jepang yang berarti
pekerja paksa. Ratusan ribu tenaga kerja romusha dikerahkan dari pulau
Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan
tidak manusiawi sehingga banyak yang menolak jadi romusha. Dan, Jepang
pun menggunakan cara paksa: setiap kepala daerah harus
menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah mereka dipaksa
jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di
Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara
lainnya. Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan belukar,
hidup dalam serba kekurangan dan di tengah ancaman bayonet. Sampai kini
masih banyak eks romusha korban PD II mengajukan klaim agar Jepang
membayar konpensasi gaji mereka yang tidak dibayar selama jadi romusha.
Pada mulanya, propaganda Jepang kedengaran seperti perbaikan
dibandingkan dengan pemerintahan Belanda. Setelah itu, pasukan-pasukan
Jepang mulai mencuri makanan dan menangkapi orang untuk dijadikan
pekerja paksa, sehngga pandangan bangsa Indonesia terhadap mereka mulai
berbalik.
Militer Jepang membuat tiga kesalahan besar terhadap bangsa Indonesia:
1. Kerja paksa: banyak laki-laki Indonesia diambil dari tengah keluarga
mereka dan dikirim hingga ke Burma untuk melakukan pekerjaan pembangunan
dan banyak pekerjaan berat lainnya dalam kondisi-kondisi yang sangat
buruk. Ribuan orang mati atau hilang.
2. Pengambilan paksa: tentara-tentara Jepang dengan paksa mengambil
makanan, pakaian dan berbagai pasokan lainnya dari keluarga-keluarga
Indonesia, tanpa memberikan ganti rugi. Hal ini menyebabkan kelaparan
dan penderitaan semasa perang.
3. Perbudakan paksa terhadap perempuan: banyak perempuan Indonesia yang
dijadikan "wanita penghibur ” bagi tentara-tentara Jepang.
Selain itu, Jepang menahan banyak warga sipil Belanda di kamp-kamp
tahanan dalam kondisi-kondisi yang sangat buruk, dan memperlakukan
tahanan perang militer di Indonesia dalam keadaan yang buruk pula.
C. Romusha dan Proyeknya
Romusha (rōmusha: "buruh”, "pekerja”) adalah panggilan bagi orang-orang
Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di
Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani
atau buruh, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani
atau Buruh menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai
tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah orang-orang yang menjadi
romusha tidak diketahui pasti – perkiraan yang ada bervariasi dari 4
hingga 10 juta (www.wikipedia.com)
Masuknya Jepang ke Indonesia, awalnya disambut gembira oleh para pejuang
kemerdekaan waktu itu. Jepang dianggap sebagai saudara, sesama Asia
yang membantu mengusir Kolonial Belanda . Namun, sesaat setelah Jepang
mendarat di Hindia Belanda (Indonesia-saat ini), ternyata Jepang berbuat
yang tak kalah licik dan bengisnya. Jepang berupaya menghapus pengaruh
kultural barat yang telah hinggap di Hindi Belanda, dan yang kedua
Jepang mengeruk sumber sumber kekayaan alam startegi yang ada di tanah
air kita. Pasokan sumber sumber alam ini digunakan untuk membiayai
perang Jepang dengan Sekutu di Asia Timur dan Pasifik.
Luasnya daerah pendudukan Jepang membuat Jepang memerlukan tenaga kerja
yang begitu besar. Tenaga kerja ini dibutuhkan untuk membangun kubu
pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan
jembatan. Tenaga tenaga kerja ini diambilkan dari penduduk Jawa yang
cukup padat. Para tenaga kerja ini dipaksa yang popular di sebut denga
Romusa. Jejaring tentara Jepang untuk menjalankan romusha hingga ke desa
desa. Setidaknya ada 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke berbagai
negara di Asia Tenggara, 70.000 orang diantaranya dalam kondisi
menyedihkan da berakhir dengan kematian.
Romusa juga melibatkan tokoth tokoh pergerakan waktu itu. Mereka dipaksa
oleh Jepang untuk menjadi tenaga tenaga paksa tersebut. Diantara para
romusa yang berasal dari tokoh pergerakan adalah Soekarno dan Otto
Iskandardinata. Mereka berdua dipaksan tentara pendudukan Jepang untuk
membuat lapangan udara darurat.
Basis paparannya melihat praktik romusa dan proyek proyeknya di Gunung –
gunung juga termasuk gunung ungaran di semarang jawa tengah. Namun pada
saat yang sama, Jepang berhasil memanipulasi keberadaan romusa ini ke
dunia internasional. Untuk menyamarkan keberadaan romusa, Jepang
memperhasul istilah romusa dengan "pekerja ekonomi” atau pahlawan
pekerja.
Pada pertengahan tahun 1943, para romusa semakin di eksploitasi oleh
Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusa romusa ini
digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara
langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga
tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada
situasi seperti ini, permintaan terhadap romusa semakin tak terkendali.
Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusa di Indonesia berjalan
dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan
penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data diatas.
Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta
mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pembangunan Gua Jepang oleh Romusha
Ketika berkuasa di Kepulauan Jawa antara 1942 hingga 1945, Jepang
menjadikan Semarang sebagai basis utama pertahanan mereka di jawa
tengah. Semarang juga dipilih sebagai pangkalan utama militer Jepang di
Jawa tengah. Saat jepang menguasai kota semarang para militer jepang
tidak berlatih di kawasan itu. Mereka memilih tempat latih dikawasan
perbukitan agar tidak diketahui oleh musuh. Antara lain tempat yang di
jadikan latihan adalah kawasan gunung ungaran. Di gunung inilah yang
kemudian dijadikan sebagai tempat strategi Jepang melakukan rekruitmen
calon calon romusa, pola tingkatan, serta alokasi tenaga kerja paksa
ini. Basis paparannya melihat praktik romusa dan proyek proyeknya di
Gunung ungaran.
Sebelum dikuasai oleh militer jepang gunung ungaran pada awalnya
merupakan sebuah proyek agraria oleh belanda. Di tempat itu sampai saat
ini masih tertinggal sebuah kebun besar yaitu teh dan kopi. Setelah
militer jepang memukul mundur tentara belanda, kebun itu dikelola
jepang dan dikerjakan oleh pekerja paksa atau romusha. Kerena, selain
menjadikan gunung ungaran sebagai fasilitas militer, Jepang juga
memperkenalkan perkebunan dan pertanian kepada para romusha.
Seperti yang dipaparkan pada halaman awal, kekejaman jepang pada romusha
juga berlanjut disini. Setelah militer jepang merasa terancam oleh
serangan balik dari sekutu akibat perang dunia, maka jepang memaksa para
romusha untuk membuat tempat persembunyian. Saat itulah atas perintah
cuvu ditengah – tengah kebun teh dibuat sebuah gua yang sampai saat ini
masih keberadaannya.
Gua Jepang dikerjakan oleh Romusha, tenaga kerja paksa, yang didatangkan
Jepang dari negeri-negeri lain yang mereka jajah, termasuk Indonesia.
Romusha lah yang menggali bukit – bukit dan membangun jaringan gua di
bawah perut bumi.
Gua jepang peninggalan romusha ini diperkirakan dibangun sekitar tahun
1943. Pembangunan gua ini hanya menggunakan alat – alat sederhana. Alat
yang digunakan tidak secanggih teknologi sekarang. Romusha hanya
menggunakan alat –alat pahat, sedikit demi sedikit gua itu di gali agar
berlubang. Tingginya-pun disamakan dengan tinggi manusia.
Karena menggunakan alat – alat yang sederhana maka pembangunan gua ini
memakan waktu yang sangat lama. Namun tidak sampai selesai para romusha
sudah berhenti dari pekerjaannya. Pada tahun 1945 setelah jepang
menyerah pada sekutu tanpa syarat dan presiden soekarno memproklamasikan
kemerdekaan, maka pembangunan gua yang bertujuan untuk kepentingan
jepang dihentikan. Gua ini sebenarnya belum pernah terpakai sebagai
fungsinya karena pada saat Indonesia menyatakan kemerdekaan paksukan
militer jepang yang berada dikawasan itu semua menarik mundur dan
membebaskan para romusha.
B. Struktur dan Fungsi Gua Jepang
Struktur gua ini tidaklah selengkap dengan gua – gua yang ada di
Indonesia lainya. Pembangunan yang dikerjakan oleh romusha hanya memakai
peralatan yang sederhana sehingga menghasilkan sebuah bangunan yang
sederhana pula. Walau begitu bagian dalam gua sudah terstruktur dengan
baik. Tempatnya yang diperbukitan juga mempengaruhi susunan baik dalam
maupun luar. Model dalam gua hampir menyerupai bangunan yang dipondasi
oleh bata dan semen. Namun gua ini sama sekali tidak mengandung unsur
beton, semua ruang yang ada dalam gua hanyalah galian hasil dari romusha
yang dipekerjakan oleh pemerintah jepang.
Gua Jepang berupa lorong panjang sekitar 150 meter. Terdapat
ruangan-ruangan (kamar-kamar) di sisi kanan dan kiri lorong. Gua ini
memiliki 2 buah pintu masuk yang juga berfungsi sebagai ventilasi udara.
Gua ini memiliki model pintu masuk dan pintu keluar yang menyempit
serta didalamnya terdapat 26 kamar, 1 lorong, 2 ventilasi. Dan selalu
ada tempat penjagaan pada setiap ujung gua. Gua Jepang bercirikan atap,
lantai dan mulut gua masih berupa tanah dibanding gua buatan Belanda
biasanya seluruh dindingnya berlapis beton.
Gua ini rencananya akan difungsikan sebagai penjara bagi pemberontak dan
juga sebagai tempat persembunyian tentara Jepang mengingat pada saat
itu Jepang sedang dilanda prahara hebat dengan sekutu dan Belanda.
Letaknya yang dipegunungan dapat diperkirakan aman untuk tempat sembunyi
dan juga tempat penyimpanan senjata kiriman pada waktu itu.
C. Hubungan Masyarakat dan Keadaan Gua Jepang
Masyarakat merupakan suatu aktifitas sosial yang mempunyai dasar –
dasar fenomenal. Pada masyarakat sekitar gua jepang atau didesa promasan
kabupaten Kendal mempunyai hubungan yang tidak dapat di pandang rendah.
Kepedulian sosial terhadap keadaan geografis dan keadaan historis gua
jepang memiliki suatu kepentingan bagi masyarakat tersebut.
Karena letaknya yang dipegunungan gua jepang sering dikunjungi hanya
sebagai tempat wisata sederhana. Untuk masyarakat sendiri hanya
menganggap suatu peninggalan yang biasa saja. Hal ini terjadi karena
melihat lokasi gua sendiri yang berada dilereng gunung ungaran. Selain
tidak dipedulikan gua ini juga kurang diminati sebagai obyek wisata
utama. Dapat dilihat dari keadaan disekitarnya yang dari obyek pendakian
kepuncak gunung ungaran dan juga obyek wisata kebun teh. Jadi mereka
mengutamakan wisatanya ke dua tempat tersebut. Para wisata sebagian
besar merupakan para pecinta alam, mereka kurang mempunyai kepedulian
terhadap obyek sejarah. Jadi dapat dikatakan, hubungan masyarakat
sekitar dan masyarakat pendatang kurang mempunyai kepedulian terhadap
gua peninggalan romusha.
Keadaan gua sekarang masih dalam keadaan yang seperti semula atau bisa
dikatakan masih dalam keadaan yang baik. Dilihat dari dalam, gua yang
mempunyai ketinggian setinggi manusia umum masih dapat terlihat aslinya
yaitu hasil galian – galian para romusha pada masa lalu. Namun karena
kurang kepedulianya masyarakat setempat gua ini tidak mempunyai kesan
yang menarik. keadaan yang sebenarnya pada gua jepang ini masih
mempunyai nilai historis tinggi. Melihat pada sisi sosial juga bisa
dikatakan bahwa gua jepang ini mempunyai daya kegunaan tersendiri.
Masyarakat sekitar menganggap bahwa gua itu sacral, setiap bulan
masyarakat setempat mengadakan upacara pada gua tersebut.
Dari uraian diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa nilai
historis dari gua tersebut tidak pada posisinya. Pertama, karena gua
tersebut tidak pernah dilakukan sebuah penelitian yang mengangkat nilai
historisnya. Penelitian yang sering dilakukan adalah penelitian tentang
kondisi geografi sekitar masyarakat setempat. Selain penelitian geografi
juga yang sering dilakukan adalah penelitian sosial oleh para peneliti
ahli. Kedua, karena posisinya yang berada disebuah lereng pegunungan
para wisatawan tidak atau kurang mengerti sejarah sejak awal kedatangan
jepang di Indonesia sampai kurangnya kepedulian untuk mengerti sejarah
mengenai gua jepang itu. Ketiga, karena berada di tengah – tengah sebuah
kebun teh maka gua ini tidak mempunyai peran lebih tinggi yang dapat
menarik wisatawan untuk mengerti tentang sisi historisnya. Wisatawa
sebagian besar menikmati pemandangan indah di sebuah kebun teh tersebut
PENUTUP
Kesimpulan
Dari masalah – masalah yang saya rumuskan dihalaman awal dan dari hasil
penelitian yang saya lakukan mengenai gua jepang dapat ditarik
kesimpulan – kesimpulan, antara lain:
1. Gua jepang ini dibangun oleh romusa pada masa awal kedatangan jepang yaitu sekitar tahun 1942 – 1945.
2. Gua ini direncanakan sebagai tempat persembunyian militer jepang dari incaran sekutu pada waktu itu.
3. Sturuktur gua ini mempunyai susunan yang baik, panjangnya sekitar
kurang lebih 150 meter dan mempunyai ruang – ruang seperti kamar – kamar
pada rumah.
4. Hubungan masyarakat terhadap gua ini kurang mempunyai kepedulian terhadap nilai historis pada gua ini.
DAFTAR PUSTAKA
DR. A. H. Nasution. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 1. Bandung: Angkasa.
Purbo, S. Suwondo. 1996. PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Johan, Nur. 1988. Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang Mengalaminy. Jakarta: ANRI.
http://id.wikipedia.org/wiki/Romusha
|